Sebab mereka semua memberi dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, semua yang ada padanya, yaitu seluruh nafkahnya.” (Markus 12:44)
Banyak cara kita dalam memberi
persembahan, entah persembahan dalam Gereja ataupun di luar sana. Namun seperti
dalam kitab Markus 12 tentang persembahan janda miskin, dia bahkan rela memberi
seluruh nafkahnya. Mengapa Tuhan mengatakan kalau itu menjadi yang terbesar?
![]() |
http://intisari-online.com/read/pohon-baik-tak-berbuah-buruk |
Orang-orang kaya dalam ukuran
mereka yang berkelimpahan memang memberi dengan jumlah yang banyak, tetapi
pastinya ketika dibandingkan dengan seberapa banyak yang mereka hasilnya,
persembahan mereka hanyalah segelintir dari kelimpahannya. Sementara janda
miskin yang hanya memiliki dua peser malah mempersembahkan semuanya meskipun
apabila dibandingkan dengan persembahan orang lain, dialah yang paling sedikit.
Namun dalam ukuran berkekurangannya, dia telah rela kehilangan makanannya saat
itu.
Seperti ilustrasi si A memberi
satu suap nasi kepada seorang pengemis kelaparan padahal dia memiliki dua
piring nasi, sementara si B memberi satu piring nasi walaupun dia hanya
memiliki satu piring nasi itu.
Tuhan Yesus bukan melihat dari
banyak-sedikitnya jumlah persembahan yang kita berikan, tetapi kerelaan hati
kita dalam mempersembahkan sesuatu untuk sesama dan kemuliaan-Nya.
Hal ini juga memberi nasehat
kepada kita yang berkekurangan untuk tidak membatasi niat kita dalam
persembahan. Bukan karena kekurangan yang kita derita sehingga membuat kita
memberi alasan, “saya bisa bantu doa dan tenaga, kalau barang dan uang saya
tidak mampu.”
Seringkali itulah yang membatasi
berkat bagi orang yang berkekurangan. Sebab alasan kekurangan itulah yang
membuat mereka tidak rela hati memberi persembahan, padahal Tuhan tidak melihat
jumlahnya, tetapi kasih dan kerelaan hati dalam setiap persembahan kita.
Dewasa ini, orang-orang merasa berkekurangan sering menjadi orang
yang lebih “hemat” dari si A, bahkan tidak jarang mereka menghindari hal-hal
seperti “menghamburkan uang” karena alasan “pasti ada orang kaya bisa bantu”
Apabila orang kaya masih menjadi
figur si A, dia masih memberikan sesuap dari kelimpahannya ke dalam
persembahan. Namun figur si B atau janda miskin itu semakin sulit ditemukan
dalam jaman ini, meskipun tidak dipungkiri masih ada orang-orang yang penuh
kasih seperti itu.
Bahkan untuk memberi sedikit
saja, terkadang masih ada alasan yang bermunculan. Namun tentunya tidak
dituntut untuk memberikan dan menghamburkan keseluruhan uang yang kita miliki
untuk dikatakan memberi yang banyak. Tuhan hanya berpesan dalam kisah janda
miskin itu. Kita hanya perlu bijaksana menanggapi pesan-Nya.
Justru ketulusan setiap dari kita
diuji dari kerelaan memberi walau dalam kekurangan sebab di saat itu,
sebenarnya apa yang kita miliki mungkin saja hanya cukup untuk makan. Karena
bisa saja sepiring yang dapat kita nikmati, dapat dinikmati beberapa mulut
orang lain. Atau kita bisa membagi beberapa suap dari sepiring nasi yang kita
miliki. Dengan begitu sepiring nasi yang awalnya hanya bisa dinikmati satu
mulut berubah menjadi beberapa mulut. Bukankah kita tidak hanya mengenyangkan
satu perut saja?
Di sanalah kita dapat menunjukkan
kasih yang besar terhadap sesama, juga terhadap Tuhan kita. Selain ketulusan,
di sini juga berbicara seberapa besar keberanian kita untuk menyisihkan dan
mengorbankan kelimpahan kita (dalam hal berkelimpahan atau berkekurangan) untuk
memberkati orang lain atau mengembalikannya kepada Tuhan.
Apa yang kita tabur, apa pula
yang kita tuai. Seberapa banyak kita menabur, sebanyak itu pula kita akan
menerima.
Tuhan Yesus memberkati
----
Lily Zhang
No comments:
Post a Comment