Monday, December 29, 2014

Menabur dalam kekurangan



Sebab mereka semua memberi dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, semua yang ada padanya, yaitu seluruh nafkahnya.” (Markus 12:44)

Banyak cara kita dalam memberi persembahan, entah persembahan dalam Gereja ataupun di luar sana. Namun seperti dalam kitab Markus 12 tentang persembahan janda miskin, dia bahkan rela memberi seluruh nafkahnya. Mengapa Tuhan mengatakan kalau itu menjadi yang terbesar?
http://intisari-online.com/read/pohon-baik-tak-berbuah-buruk

Orang-orang kaya dalam ukuran mereka yang berkelimpahan memang memberi dengan jumlah yang banyak, tetapi pastinya ketika dibandingkan dengan seberapa banyak yang mereka hasilnya, persembahan mereka hanyalah segelintir dari kelimpahannya. Sementara janda miskin yang hanya memiliki dua peser malah mempersembahkan semuanya meskipun apabila dibandingkan dengan persembahan orang lain, dialah yang paling sedikit. Namun dalam ukuran berkekurangannya, dia telah rela kehilangan makanannya saat itu.


Seperti ilustrasi si A memberi satu suap nasi kepada seorang pengemis kelaparan padahal dia memiliki dua piring nasi, sementara si B memberi satu piring nasi walaupun dia hanya memiliki satu piring nasi itu.

Tuhan Yesus bukan melihat dari banyak-sedikitnya jumlah persembahan yang kita berikan, tetapi kerelaan hati kita dalam mempersembahkan sesuatu untuk sesama dan kemuliaan-Nya. 

Hal ini juga memberi nasehat kepada kita yang berkekurangan untuk tidak membatasi niat kita dalam persembahan. Bukan karena kekurangan yang kita derita sehingga membuat kita memberi alasan, “saya bisa bantu doa dan tenaga, kalau barang dan uang saya tidak mampu.”

Seringkali itulah yang membatasi berkat bagi orang yang berkekurangan. Sebab alasan kekurangan itulah yang membuat mereka tidak rela hati memberi persembahan, padahal Tuhan tidak melihat jumlahnya, tetapi kasih dan kerelaan hati dalam setiap persembahan kita. 

Dewasa ini, orang-orang  merasa berkekurangan sering menjadi orang yang lebih “hemat” dari si A, bahkan tidak jarang mereka menghindari hal-hal seperti “menghamburkan uang” karena alasan “pasti ada orang kaya bisa bantu”

Apabila orang kaya masih menjadi figur si A, dia masih memberikan sesuap dari kelimpahannya ke dalam persembahan. Namun figur si B atau janda miskin itu semakin sulit ditemukan dalam jaman ini, meskipun tidak dipungkiri masih ada orang-orang yang penuh kasih seperti itu. 

Bahkan untuk memberi sedikit saja, terkadang masih ada alasan yang bermunculan. Namun tentunya tidak dituntut untuk memberikan dan menghamburkan keseluruhan uang yang kita miliki untuk dikatakan memberi yang banyak. Tuhan hanya berpesan dalam kisah janda miskin itu. Kita hanya perlu bijaksana menanggapi pesan-Nya. 

Justru ketulusan setiap dari kita diuji dari kerelaan memberi walau dalam kekurangan sebab di saat itu, sebenarnya apa yang kita miliki mungkin saja hanya cukup untuk makan. Karena bisa saja sepiring yang dapat kita nikmati, dapat dinikmati beberapa mulut orang lain. Atau kita bisa membagi beberapa suap dari sepiring nasi yang kita miliki. Dengan begitu sepiring nasi yang awalnya hanya bisa dinikmati satu mulut berubah menjadi beberapa mulut. Bukankah kita tidak hanya mengenyangkan satu perut saja? 

Di sanalah kita dapat menunjukkan kasih yang besar terhadap sesama, juga terhadap Tuhan kita. Selain ketulusan, di sini juga berbicara seberapa besar keberanian kita untuk menyisihkan dan mengorbankan kelimpahan kita (dalam hal berkelimpahan atau berkekurangan) untuk memberkati orang lain atau mengembalikannya kepada Tuhan.

Apa yang kita tabur, apa pula yang kita tuai. Seberapa banyak kita menabur, sebanyak itu pula kita akan menerima.

Tuhan Yesus memberkati
----
Lily Zhang

No comments:

Post a Comment