Thursday, April 17, 2014

Isi hati

"Alpukat ini yang bagus, Ma, lihat warna dan teksturnya," kata seorang gadis kepada Ibunya. Dia menyodorkan alpukat yang sudah dipegangnya ke dalam keranjang belanja buah mereka.

"Eh, tunggu," kata Ibunya mengambil dan mengocok sesaat sambil dengan seksama mendengar bunyinya. "Gak bagus ini," katanya seraya menyimpannya kembali ke tempatnya yang semula. 

"Loh?" Bingung, gadis itu memandang Ibunya.

"Memilih buah tidak hanya melihat kulitnya, tetapi ada trik untuk mengetahui isinya. Asal kita pandai saja mengetahui isinya dengan caranya. Jangan sampai beli yang nempel biji, entar gak enak walau masih bisa dimakan."

"Oh, gitu yah Ma?"

Begitulah yang bisa dilakukan manusia untuk memilih sahabat atau pasangan yang baik. Ada intrik tesendiri untuk memilih mereka yang benar. Sebab rupa yang baik dan perbuatan yang terkadang terlihat baik belum tentu mencerminkan hatinya. Bahkan terkadang orang-orang bisa saja mengeluarkan kata-kata hikmat dan memerlihatkan perbuatan yang baik. Setiap orang selalu ingin dilihat baik di mata orang. Tetapi apakah perbuatan baik itu sudah menjadi benar? Apakah perbuatan benar itu datang dari hati atau sekedar ingin terlihat benar?

Hal inilah yang kemudian menjadi bahan pertimbangan hati, apa kita sudah menjadi benar? Apakah kita sering memerlihatkan atau memperkatakan perbuatan baik padahal kita masih sering kali melanggar dan berbuat hal yang tidak benar? 

Saat kita memilih, waktu itu pula kita dipilih. Sebelum menghakimi orang baik atau benar, baik pula kita menilai kembali diri kita sendiri. Selidiki lebih dalam apa yang telah kita perbuat terhadap sesama. 

Seringkali orang-orang berkumpul, membicarakan urusan orang lain, dan berujung pada penghakiman atas sikap dan tindakannya. Tetapi sadarkah bahwa kita tidak benar-benar tahu hati seseorang itu, kalau pun dia berbuat yang tidak kita anggap benar, tahukah kita alasan dibaliknya? Banyak kali terjadi, kalau kita menjadi sok tahu terhadap hati seseorang dan menghakimi perbuatannya meskipun perbuatan kita belum tentu benar.

Memang, memilih seorang yang 'lebih' benar sebagai sahabat atau pasangan itu perlu, tetapi akan berguna jika kita pun berusaha untuk menjadi 'lebih' benar.
Anggapan saya (penulis) orang yang berusaha hidup benar akan bertemu dengan orang serupa karena percaya Tuhan memperhitungkan perbuatan dan hatinya. Sehingga untuk mendapatkan orang benar, kita terlebih dahulu berusaha hidup benar. Jikalau tanpa sadar pun kita melakukan hal yang berdosa pun, kita patut memperbaikinya yang buruk dan mencoba berbuat benar lagi. Tidak berhenti belajar untuk berbuat benar. Tidak hanya diperlihatkan dalam ucapan dan perbuatan, tetapi membawa hati dalam setiap kebenaran ucapan dan perbuatan.

Biarlah kebenaran ini, diperkatakan dan diperbuat bagi Tuhan melalui hati, walaupun tidak ada seorang pun akan benar-benar tahu tentang hal tersebut.

Dan karena tidak perlu seorang pun memberi kesaksian kepada-Nya tentang manusia, sebab Ia tahu apa yang ada di dalam hati manusia. (Yohanes 2:25)

Jika manusia terkadang harus berbuat dan berucap sedemikian rupa agar orang lain mengetahui hatinya, Tuhan tidak perlu. Dia MahaMengetahui apa yang muncul di dalam manusia. 

Sebab itu, memelihara hati untuk benar juga bukan perkara mudah. Tetapi bagi orang-orang yang ingin Tuhan melihat hatinya yang benar memang harus berusaha untuk memelihara dan menghias hatinya sehingga berkenan bagi-Nya. 

Sebab, tidak ada yang tersembunyi bagi-Nya. 

Orang-orang yang berniat memelihara hati harus bisa mengontrol rasa marah, kecewa, sedih yang berkepanjangan, putus asa, merasa tidak berguna, minder, dan lain sebagainya. Perasaan-perasaan itu hanya menghambat pertumbuhan iman seseorang sehingga jikalau diintimidasi perasaan seperti itu, lama kelamaan hatinya akan menjadi tawar dan menyerahkan makanan empuk bagi iblis. Dan percaya saja jikalau memelihara perasaan seperti itu yang berkepanjangan, semangat akan luntur dan Tuhan pun tidak berkenan.
Hal seperti ini sempat saya rasakan beberapa waktu lalu. 

Ketika semua perasaan tertekan sehingga mengundang kejenuhan dan ketidakberhargaan hidup saya. Uring-uringan dan tidak bersemangat dalam segala hal membuat hari-hari menjadi kelabu. Rasanya hidup seperti itu sangat melelahkan. Hal-hal yang dulu menyenangkan jadi tak lagi berwarna.

Saya sampai harus curhat di status karena merasa terlalu abu-abu. Komentar yang berdatangan dan semangat itu pun tidak memulihkan.

Namun saya tidak membiarkan hal itu terus berlanjut, saya coba masuk dalam doa, bahkan berniat puasa. Akhirnya saya bisa masuk dalam doa yang bergairah (kehilangan semangat membuat doa pun tidak lagi bergairah) dan pujian yang penuh kerinduan. Saya mendapat sentuhan kerinduan yang bergairah kembali. Saat itu, saya mengucapkan syukur yang tidak habisnya. Saya merasakan tekanan itu diangkat dan hilang seperti tidak pernah terjadi. Tekanan yang menindih hati seakan hilang tidak berbekas. Saya bisa senyum selebar-lebarnya setelah sangat lama murung tanpa jelas.

Kemudian, saya kembali mengupdate status yang ternyata hanya berselang beberapa jam dari status galau sebelumnya. Tuhan mengetahui kepahitan hati saya sehingga dia memulihkannya dalam waktu singkat. Puji Tuhan Yesus memang selalu baik. Mengingat kebaikan hati Tuhan Yesus selalu mampu membawa saya kembali pada kerinduan hadirat-Nya. 

Tuhan Yesus memberkati
---
Lily Zhang

No comments:

Post a Comment