Ayat
bacaan Kejadian 15-16
Kejadian 16:2 Berkatalah Sarai kepada Abram: "Engkau tahu, TUHAN tidak memberi aku melahirkan anak. Karena itu baiklah hampiri hambaku itu; mungkin oleh dialah aku dapat memperoleh seorang anak." Dan Abram mendengarkan perkataan Sarai.
![]() |
link |
Begitu patuhnya Abram kepada istrinya yang
merindukan seorang anak setelah puluhan tahun menanti, bahkan di usianya yang
tua. Tanpa membantah, Abram menuruti keinginan istrinya. Padahal Allah telah
berjanji kepada Abram mengenai keturunan.
Kejadian 15:5 Lalu TUHAN membawa Abram ke luar serta berfirman: "Coba lihat ke langit, hitunglah bintang-bintang, jika engkau dapat menghitungnya." Maka firman-Nya kepadanya: "Demikianlah banyaknya nanti keturunanmu."
Namun saat dimintai istrinya untuk bergaul
dengan Hagar, Abram seolah melupakan janji Allah yang tak teringkar. Ataukah
tidak terdapat iman di dalamnya? Kebiasaan jaman dulu dimana seorang istri yang
mandul akan memberikan hambanya kepada suami untuk melahirkan keturunan yang
nantinya akan diberikan kepada tuannya dikerjakan oleh Sarai, secara adat
kebiasaan, Sarai sama sekali tidak melanggar aturan.
Hanya saja, Abram terlalu gegabah mengambil
langkah tanpa bergumul atau mencoba bertanya kepada Allah tentang jalan yang
disediakan. Dia tidak berhati-hati menentukan langkah. Dia lebih menuruti apa
yang dipikirnya logis daripada dibelenggu iman untuk tetap percaya pada janji
Allah yang telah menuntun jalannya sejauh ini. Akibatnya terjadi perpecahan
antara Sarai dan Hagar. Keputusan Abram yang bertindak dengan logikanya sendiri
menciptakan sebuah perpecahan. Dia hanya menambah masalah pada keluarga dan
lingkungannya.
Akhir april lalu, saya mengalami musibah
dengan kisah serupa dengan Abram. Malam itu, karena menuruti sifat saya yang
gegabah, saya terburu-buru menjenguk ibunda teman yang sedang sekarat. Karena
tidak bijak, saya malah ketinggalan barang yang seharusnya saya berikan
kepadanya. Saat itu, Roh Kudus memberi hikmat agar saya tidak usah kembali
ketika ingat ada barang yang ketinggalan itu, namun saya lebih menuruti ego
saya yang merasa mubazir kalau barang itu tidak terbawa.
Akibat tergesa-gesa, saya pun terjatuh
ketika kembali ke rumah mengambil barang yang ketinggalan. Dan pastinya
membatalkan rencana jenguk malam itu serta memberikan luka membekas di jari
saya dan lebam di hampir sekujur tubuh. Logika saya berpikir bahwa saya harus
buru-buru untuk mengejar waktu acara adik yang menemani saya. Terlebih dahulu,
dia sudah mengatakan bahwa dia punya janji yang malam itu harus dipenuhi sementara
begitu kuat perasaan saya bahwa malam itu adalah kesempatan yang bisa jadi yang
terakhir untuk menghibur, menguatkan, dan mendoakan secara langsung. Sepertinya
malam itu, Roh Kudus bekerja dengan begitu kuat, karena kemudian besok sore
ibundanya meninggal.
Saya bermaksud menuruti Roh Kudus namun
mengindahkan kelemahan yang berhasil menguasai saya sehingga saya tidak peka
untuk bertindak lebih berhati-hati dan mendatangkan begitu banyak akibat yang
malah menjadi batu sandungan.
Kisah Abram yang hampir serupa dengan
musibah yang saya alami memperingatkan kita untuk bertindak lebih hati-hati.
Tidak dengan mudahnya menuruti kelemahan ego kita. Dan membiarkan Roh Kudus
yang memimpin langkah kita. Dia tidak pernah salah ketika memberikan arahan
maupun nasehat. Justru kalau kita menuruti sikap kita, logika, maupun pikiran
kita yang terkadang terasa benar dan membangkang dari suara Roh Kudus, kita
akan memetik akibat yang seringkali membuat kita menyesal dan mendatangkan
masalah tidak hanya untuk diri sendiri, tetapi orang lain.
Tuhan Yesus memberkati
-----
Lily Zhang
No comments:
Post a Comment